10 Faktor yang Menentukan Tarif Asuransi Kesehatan di Indonesia (Update 2025)
Tarif asuransi kesehatan di Indonesia ditentukan melalui proses underwriting, yaitu penilaian risiko yang dilakukan oleh perusahaan asuransi sebelum menetapkan premi.
Perhitungan ini tidak hanya mempertimbangkan usia atau jenis manfaat, tetapi juga puluhan variabel lain yang saling memengaruhi.
Dengan memahami faktor-faktor ini, nasabah bisa lebih bijak memilih polis yang sesuai kebutuhan dan anggaran. Berikut penjelasan rinci berdasarkan kondisi pasar asuransi Indonesia terkini.
1. Usia Tertanggung
Usia merupakan indikator utama risiko kesehatan. Semakin tinggi usia, semakin besar kemungkinan membutuhkan layanan medis intensif.
Usia 0–30 tahun: premi rendah, risiko klaim kecil.
Usia 31–50 tahun: premi naik moderat seiring meningkatnya penyakit terkait gaya hidup.
Usia di atas 60 tahun: premi dapat melonjak 2–3 kali lipat karena kebutuhan rawat inap lebih sering.
Perusahaan asuransi di Indonesia umumnya menetapkan batas usia masuk (misalnya, maksimal 65 tahun) dan ada yang menawarkan program lock-in premium bagi pemegang polis muda untuk mempertahankan tarif awal dalam periode tertentu.
2. Riwayat Kesehatan & Kondisi Pre-existing
Riwayat medis menjadi faktor penentu besar. Penyakit yang sudah ada sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, asma, atau gangguan jantung meningkatkan risiko klaim.
Metode yang digunakan perusahaan asuransi:
Loading premium: penambahan tarif 20–50% untuk risiko tinggi.
Exclusion: klaim untuk penyakit tertentu dikecualikan pada periode awal.
Waiting period: masa tunggu 6–24 bulan sebelum klaim penyakit tertentu dibayarkan.
Contoh: dua orang berusia 45 tahun dengan produk sama, orang sehat membayar Rp 5 juta/tahun, sedangkan penderita diabetes bisa membayar Rp 6,5–7 juta/tahun atau klaim diabetes ditunda selama 12 bulan.
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin masih menjadi faktor tarif di Indonesia.
Wanita usia subur (20–40 tahun): premi dapat lebih tinggi jika mencakup manfaat maternitas, mengingat potensi biaya persalinan dan komplikasi.
Pria usia paruh baya: premi cenderung lebih tinggi untuk perlindungan penyakit kardiovaskular.
Kebijakan ini berbeda dengan negara seperti Uni Eropa yang menerapkan unisex pricing.
4. Gaya Hidup
Kebiasaan sehari-hari memengaruhi kesehatan jangka panjang.
Perokok aktif: premi bisa 30–50% lebih tinggi dibanding non-perokok.
Konsumsi alkohol berlebihan dan pola makan buruk meningkatkan risiko penyakit hati, jantung, dan metabolik.
Perusahaan mulai memanfaatkan data dari wearable device seperti smartwatch untuk memberi diskon premi bagi nasabah yang aktif berolahraga dan menjaga berat badan ideal.
5. Jenis & Cakupan Polis
Pilihan manfaat menentukan besaran premi.
Rawat inap saja: lebih murah, fokus pada biaya rumah sakit.
Polis komprehensif: mencakup rawat inap, rawat jalan, maternitas, dan perawatan gigi — premi bisa 2–3 kali lipat lebih tinggi.
Opsi seperti deductible (membayar biaya awal sebelum asuransi menanggung sisanya) atau copayment (berbagi biaya dengan asuransi) dapat menurunkan premi hingga 30%.
6. Lokasi Geografis
Biaya layanan kesehatan bervariasi antar wilayah.
Di Jakarta dan kota besar, premi cenderung lebih tinggi karena tarif rumah sakit swasta yang mahal.
Di kota kecil seperti Yogyakarta, premi untuk manfaat sama bisa 10–20% lebih rendah.
Untuk cakupan internasional, premi bisa melonjak tajam jika mencakup negara dengan biaya medis tinggi seperti AS atau Singapura.
7. Pekerjaan
Profesi juga menjadi indikator risiko.
Pekerjaan berisiko tinggi seperti pekerja tambang, pilot, atau petugas pemadam kebakaran dapat dikenakan loading premium 10–25%.
Pekerjaan kantor umumnya berada di kategori risiko rendah dengan tarif lebih murah.
Data ini didapat dari analisis risk class yang digunakan perusahaan asuransi.
8. Rider atau Manfaat Tambahan
Rider adalah manfaat opsional yang menambah perlindungan sekaligus meningkatkan premi.
Contoh rider: penyakit kritis, perawatan mata, asuransi jiwa, atau santunan harian rawat inap.
Rider penyakit kritis saja bisa menambah Rp 1–3 juta/tahun pada premi, tergantung cakupan penyakit dan batas manfaat.
9. Penyedia Asuransi & Strategi Underwriting
Setiap penyedia memiliki kebijakan tarif berbeda.
Perusahaan internasional dengan jaringan rumah sakit global seperti Allianz atau Cigna umumnya lebih mahal dibanding penyedia lokal karena kualitas layanan dan jangkauan jaringan.
Faktor internal seperti rasio klaim, biaya operasional, dan strategi pemasaran memengaruhi penetapan tarif.
10. Inflasi Medis
Inflasi medis adalah faktor besar yang mendorong kenaikan premi dari tahun ke tahun.
2025: inflasi medis di Indonesia diperkirakan 13,6%–19,4%, salah satu yang tertinggi di Asia.
2024: premi asuransi kesehatan naik 8–15% akibat lonjakan biaya obat, alat kesehatan, dan tenaga medis.
Untuk menekan dampak kenaikan ini, beberapa perusahaan mengubah metode pembayaran klaim, dari sistem cashless menjadi reimbursement, atau memberlakukan copayment.
Faktor Lain yang Juga Berpengaruh
Jumlah tertanggung: polis keluarga lebih hemat per orang dibanding polis individu.
Frekuensi pembayaran: pembayaran tahunan lebih murah dibanding bulanan karena tidak ada biaya administrasi tambahan.
Regulasi pemerintah: BPJS Kesehatan membuat produk swasta cenderung dirancang sebagai pelengkap, bukan pengganti.
Diskon & promosi: potongan tarif untuk pembelian online, program loyalitas, atau kerja sama perusahaan.
Posting Komentar